Wednesday, August 11, 2010

Pengatur Muda Teknik Telekomuniasi (PMTNT) Telkom, Indonesia

Alkisah adalah sepenggal iklan lowongan kerja di harian KOMPAS sekitar bulan Februari 1973. Dibutuhkan calon operator teknik telekomunikasi. Lamaran dikirim ke Kantor Pusat Perumtel, Jl. Cisanggarung No.2 Bandung, via Pos.

Berbekal ijazah SMA jurusan IPA akupun ikut terlibat dalam kancah seleksi ini. Bulan berikutnya datang panggilan via Pos, untuk mengikuti testing akademik yang diselenggarakan di Lemdik Postel Jl. Ambon, Bandung. Nomor tesku adalah 0044.

Sebulan kemudian, hasil seleksi, lagi-lagi dikirim via Pos, datang. Dengan hati berdebar-debar, surat dibuka. Hasilnya lulus dan …. berhak mengikuti testing berikutnya, yaitu tes psikologi. Tempatnya di sebuah SMP Negeri di Jl. Jawa, Bandung. Nomor tesku menjadi tiga digit, 017.

Sebulan telah berlalu. Hati mulai was-was. Suatu ketika bel sepeda Pak Pos berbunyi. Pengumuman hasil ujian telah datang. Hasilnya ? Alhamdulillah, lulus. Dan, lagi-lagi, kalau berminat dipersilahkan mengikuti tes kesehatan. Tempatnya di RS. Hasan Sadikin, Balai Kesehatan Jl. Bungsu, dan Poliklinik Telkom Kertabumi.

Satu hal yang menggelikan di Poli Kertabumi ini. Manakala dilakukan tes pendengaran, peserta tes satu persatu disuruh berdiri di samping sebuah kulkas tipe lama. Kulkas itu suara trafonya berdengung.

Tugas peserta adalah mengulangi kata-kata yang diucapkan seorang perawat penguji. Giliranku, pertama kali dia mengucapkan kata Ambarawa. Aku sahut dengan kata yang sama. “Ambarawa,” ujarku.

Tiga empat nama kota lainnya juga mampu aku ulangi dengan tepat. Kata ke lima penguji sepertinya bergumam, berinterferensi dengan dengungan trafo kulkas. Kata itu tidak terlalu jelas untuk didengar. Lalu dengan spontan dan yakin aku timpali. “Nanginu…”, ujarku lirih.

Penguji tidak mempersoalkan hal itu. Ia melanjutkan dengan nama lain. “Bagan Siapi-api,”ujarnya. Aku jawab yang sama. Dengan menarik nafas lega aku keluar dari ruang tersebut. Pokoknya kedengarannya “Nanginu” ya, kujawab “Nanginu” pula. Meskipun dengan mulut sedikit ditahan agar suara yang keluar sama-sama tidak jelasnya.

Kembali ke masalah hasil seleksi, cukup lama tidak terdengar bunyi bel sepeda Pak Pos di muka rumah. “Barangkali nggak lulus,”pikirku.

Di penghujung bulan Agustus bel sepeda yang ditunggu muncul jua. Hasil tes segera dibuka. Isinya?

“Saudara diterima sebagai Calon Siswa Pengatur Muda Teknik Telekomunikasi Perumtel.”

Selanjutnya, dengan kata-kata klise, “apabila Saudara berminat dipersilahkan datang ke Biro Daerah Telekomunikasi II Jateng dan DIY, Jl.Alun-alun Timur No.2 Semarang.”

Gembira campur bingung. Gembiranya, ya karena lulus. Bingung, karena sekolahnya kok jauh, di Semarang.

Selain kepikiran yang lain-lain tentang kehidupan, juga aku mereka-reka siapa saja yang senasib denganku. Terutama para calon yang berasal dari Bandung.

Awal September 1973 teka-teki itu terjawab. Mereka yang berasal dari Jawa Barat adalah :

Agus Nursamsyah, Ahi Andris Surayuda (si orang Garut), Agrar Sudrajat (Tatat), Bambang Tirta Saputra (si jago gitar/keyboard), Karna "Engkos" Koswara (‘jagger’ Gatsu, Cibangkong tea!), Sunoto Durachman, Ichlas Bachtiar (Iis), Untung Waluyo, Suryanto, Supriadi (koboy Cimindi), Sumarlan (Si Mey Lan), Wahyu Priono, aku, dan Suharsa.

Sedang yang dari Jawa Timur adalah :

Bambang Haryanto (alias Gamber), Bambang Sutejo (Timin), Hesdi Suparjo (Almarhum), Taufiq Maksum, Imam Santoso, Wiji Utomo, Djoko Setyono, Sudaryono, Singgih, Saswandi, Minto Sudarsono, serta Mudjiari (alias Bogang).

Mereka disebut PMTNT Kelas “A” Angkatan 1973-1975. Tidak banyak jumlahnya, tapi cukup banyak karya mereka mewarnai Telkom di masa-masa sulit.

---


3 comments:

AKI-G@UL said...

Hebat euy masih keneh apal ngaran babaturan sa PMTNT pdhal sdh sekian tahun berlalu ... !

denny saloon said...

so pasti namanya juga teman senasib seperjuangan .....

Edi Warsito said...

hamjah tea....