Friday, August 27, 2010

SENDA GURAU DENGAN SEORANG KRISTIONO


Hampir semua orang tahu siapa itu Kristiono. Terlebih orang Telkom. Pegawai sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa sekaligus network ‘perkawatan’ milik Ibu Pertiwi ini merentas karir dari bawah hingga puncak sebagai seorang President Director.

Berbekal selembar ijazah insinyur elektro dari Institut Teknologi 10 November, Surabaya, ia ‘magang’ di Telkom di ruangan mesin sentral telepon otomat (STO) yang 18 derajat Celcius dinginnya.

“Pak Kris itu pernah masuk angin gara-gara tidur kelelahan di Ruang STO,” ujar Pan Sopandi mantan atasannya kepada Penulis.

Pemuda kelahiran Februari 1954 ini memang kalau sudah bekerja lupa ‘menginjak rem’. Kalau tidak percaya, tanya saja sama Alex Sinaga, mantan GM Kandatel Surabaya Barat yang pernah dipimpinnya ketika Pak Kris sebagai orang Telkom nomor satu di Jawa Timur.

“Pak Kris itu pekerja keras tapi cerdas,” ujar Endro Lukito mantan Senior Manager Human Resources DIVRE V Jatim. Tapi, sambung Endro, “sesungguhnya Pak Kris itu senang berkelakar.”

Hal itu dibenarkan oleh Pak Kordinal, mantan Senior Manager General Support. “Orangnya kalem, tenang, dan sulit diterka mode-nya. Jadi mencari waktu yang tepat untuk bersenda-gurau dengan beliau memerlukan kepekaan tersendiri,” sambungnya.

Alkisah, suatu ketika, Para Pimpinan Telkom Jatim, mulai level I sampai level III, diwajibkan mengikuti GURILA di hutan jati dan pantai Situbondo. GURILA, kepanjangan dari Gunung, Rimba dan Laut, adalah acara outbond yang diperlukan untuk menempa fisik dan mental, sekaligus membina kerja sama dan kebersamaan. Instrukturnya dari rekan-rekan Marinir Surabaya.

Level I itu tentu saja Pak Kris ikut dalam barisan. Level II adalah para Kepala Stafnya beliau, para Senior Manager, ditambah dengan para eksekutif Kantor Daerah, para General Manager. Yaitu Kandatels MAMA BERSUSU. Madiun, Malang, Jember, Surabaya Barat dan Surabaya Timur.

Di Level III berjejer 16 Manager, eksekutif kelas Kantor Cabang. Yang masih ingat, antara lain: Pak Iskandar, Kakancatel Sidoarjo - Gunawan Rismayadi, Kakancatel Situbondo - Darwis Siregar, Kakancatel Lumajang - Agus Subekti, Kakancatel Gresik – Joni Wibisono, Kakancatel Kediri – Pak Wawan (Alm), Kakancatel Banyuwangi) – dan … siapa lagi ya?

Suatu ketika di kaki bukit kapur yang ‘dihuni’ hutan jati berikut ular kobranya, semua peserta diwajibkan mengikuti apel pagi. Selaku perwira upacara adalah seorang Mayor Marinir. Pak Kristiono didaulat menjadi Inspektur upacara. Apel akan dilaksanakan pukul 07.30 WIB dalam disiplin TNI yang ketat dan tepat waktu.

Semua peserta bangun pagi. Mulai jam lima sudah sibuk antri mandi darurat di kamar-kamar mandi kelas ‘hutan’ buatan penyelenggara. Yang ingin pergi ke ‘belakang’ harus antri karena kapasitasnya terbatas.

Jam enam pagi, yang sudah siap apel, sudah bisa meminum kopi dan serta mencicipi pisang goreng yang masih hangat.

Pak Kris, kelihatannya baru bangun tidur, ikut bergerombol dengan kami. Dia duduk di sebuah batang jati yang sudah roboh. Sebagaimana biasa, kalau ada kesempatan, saya mulai ‘jualan obat’. Bercerita berbagai kisah lucu. Dan itu, semua orang Telkom mengakui, adalah spesialisku. Ciri khas cerita lucuku selalu ada surprise di penghujung dagelan.

Karena ada Pak Kris aku melai bercerita yang tokohnya adalah Pak Kris itu sendiri. Tapi, gaya saya berkisah, serius memandang teman-temanku saja. Cuek, seolah-olah di situ tidak ada Pak Kris.

Ceritanya begini, ujarku memulai kisah. Suatu ketika Pak Kordinal menerima sebuah surat penting yang sudah didisposisi oleh Pak Kris. Sebagaimana rata-rata Pimpinan Top, disposisinya pasti singkat dengan gaya tulisan yang cepat, pertanda super sibuk, mirip steno atau mirip dengan tulisan resep yang dibuat oleh dokter.

Rupanya Pak Kordinal tidak terlalu sering membaca tulisan disposisi Pak Kris. Beliau hanya mengernyitkan alis, tidak tahu apa yang tertera di situ. Mau tanya kepada bawahannya, gengsi! Mau telepon ke Pak Kris, sipembuat disposisi, dipandang tabu dam malu. Akhirnya, paling aman, pikir Pak Kordinal, “Lebih baik tanya Pak Endro saja.”

Di antara para Senior Manager (SM) Pak Endro adalah orang yang paling ‘mengerti’ tentang Pak Kris. Di samping sudah lama bersama Pak Kris, Pak Endro adalah SM yang paling dekat ruangannya, paling sering dipanggil Pak Kris mendiskusikan segala sesuatu. Hampir semua SM maupun GM, kalau mau menghadap Pak Kris, biasa singgah dan berkonsultasi dengan Pak Endro terlebih dahulu. Jadi Pak Endro adalah ‘nyaris’ duplikatnya Pak Kris.

Pak Kordinal menyodorkan surat berdisposisi tadi ke Pak Endro.”Tolong dong aku dibantu,” ujarnya. “Maksudnya Pak Kris, dalam disposisinya itu apa, ya?” sambung Pak Kordinal sambil mengambil kursi di muka meja kerja Pak Endro.

Pak Endro ‘sang dewa penolong’ yang terkenal ramah itu langsung menyamber surat yang disodorkan sahabatnya. Harapan kita, semoga Pak Endro mampu memberi pencerahan, seperti biasanya kepada semua yang mendapat kesulitan. Pak Endro paling hafal tulisan Pak Kris yang mirip resep dokter itu!

Tapi, hadirin, apa yang terjadi? Pak Endro kali ini sama seperti Pak Kordinal. Mengernyitkan alis. Bahkan kadar kernyitnya lebih tinggi karena alis Pak Endro lebih tebal dari alisnya Pak Kordinal. Lagi pula Pak Endro lebih dramatis, menambahnya dengan gerakan kepalanya yang menggeleng kekiri dan kekanan berkali-kali. Seharusnya, menurut penulis, musti ditambah dengan suara “ Ckk…ckkk…ckkkk!”.

Pak Endro angkat tangan sembari bergumam, “Iya ya. Aku koq nggak ngerti juga….”.

Melihat subjek surat yang nampak penting dan urgen maka, meskipun gengsi, harus ada yang berani menanyakan bunyi disposisi itu kepada penulisnya langsung. Disepakati bahwa yang terbaik adalah berdua, Pak Endro dan Pak Kordinal, menghadap langsung ke Pak Kris.

Setelah mendapat lampu hijau dari Bu Yermin, sekretaris Kadivre, mereka masuk ke ruangan Pak Kris. Di belakang meja kerjanya Pak Kris masih berbicara dengan seseorang melalui telepon.

“Ada apa ini,” ujar Pak Kris sambil meletakkan gagang telepon setelah menutup pembicaraan.

Pak Endro mengemukakan keperluannya. “Ini lho Pak. Maaf, maksud Bapak dalam disposisi ini, kami belum tahu …, ” ujarnya sambil menyerahkan surat yang dimaksud.

Pak Kris mengambil surat itu. Dua detik berlalu. Pak Kris bertanya, “Lho koq suratnya sudah sampai di Pak Kordinal?”

“Iya pak. Saya terima dari anak buah saya. Ini dari staf Sekretariat,” ujar Pak Kordinal berusaha menjelaskan mengapa dia menerima surat itu.

“Gini lho. Ini kan belum saya disposisi. Ini bukan disposisi. Ini saya baru nyoba ballpoint baru,” ujar Pak Kris menjelaskan sambil senyum kecut.

“Pantes Pak Kordinal dan saya nggak bisa baca,”pikir Pak Endro

“Ha …haaa…… Sialan lu Den …!” ujar Pak Kris yang dari tadi mendengarkan ceritaku, memecahkan perhatian. Audien saya serempak langsung menoleh ke sumber suara.

“Eeee… sudah hampir jam tujuh. Aku belum mandi,” sambung Pak Kris sambil melirik Mayor Marinir yang dari tadi sudah berdiri tidak jauh dari Pak Kris. Padahal maksud Mayor berdiri di situ itu memberi isyarat, bahwa Bapak akan menjadi inspektur upacara koq sudah siang gini belum mandi!

“Denny memang sialan,” pikir Pak Mayor yang kelihatan kesal sehingga harus menyesuaikan keadaan kalau-kalau upaca diundur sedikit.

Photo: Courtesy of http://www.businessweek.com

----




231 Chamberlin Drive, West Seneca, NY 14210-2613


3 comments:

Setyo Budianto said...

Wah manstap Pak, ceritanya detil dan runtut.

denny saloon said...

makasih, pak setyo

Bambang said...

he he kang denny mah suka gitu nyak...