
Oray Sanca itu artinya ular sanca. Di gunung-gunung daerah Jawa Barat dikenal ada ular sanca kembang. Kulitnya indah. Bahkan ada yang seperti motif batik. Tidak heran kalau sebagian orang menyebutnya ular sanca batik. Ia tidak berbisa. Hobinya melilit, meremukkan tulang belulang mangsanya untuk kemudian menelannya bulat-bulat. Setelah kenyang dia lantas berpuasa. Tercatat ular sanca mampu tidak makan selama 23 bulan.
Ular sanca jenis ini disebut Python Reticulatus. Ia bisa bertahan hidup sampai usia 25 tahun. Yang pernah ditangkap dan tercatat dalam The Guinness Book of World Records tahun 1991 panjangnya mencapai sepuluh meter. Beratnya 158 kilogram. Bunda Sanca bisa memproduksi maksimal 100 butir telur yang harus dieraminya berhari-hari.
Alun-alun tepi selatan, di muka kawedanaan, terdapat bangunan terbuka semacam tribun yang menjadi berwibawa kalau ada acara. Hari-hari biasa tribun itu tidak lebih baik dari bangunan kosong yang kurang terpelihara. Kalau siang terik adakalanya dimanfaatkan kambing-kambing berteduh seusai menyantap rumput hijaunya alun-alun.
Yang boleh duduk berjejer di tribun itu hanya orang-orang yang dipandang penting seperti Pak Wedana, Pak Camat atau tamu undangan dan pembesar yang datang dari
Di kiri kanan tribun ada dua pohon beringin. Saat itu nampaknya beringin tersebut berukuran besar di mata aku. Seperti cerita-cerita mistik umumnya, orang-orang percaya kalau beringin angker itu ada ‘penghuninya’. Seperti juga teman-teman sepermainanku, aku tak begitu suka mendekati kedua pohon beringin itu.
Tapi menurut kakekku, beringin itu pernah menjadi tontonan khalayak ramai manakala seekor ular sanca yang habis menyantap seekor kambing, bangkainya, digantungkan penduduk yang mengeroyoknya di situ. Oleh sebab itu, tukang sulap yang jualan obat di pasar Cililin selalu menyenandungkan lagu selendro: ”oray sanca digawingkeun …hoh!”, ujar kakek menirukan si tukang sulap sembari memoncongkan jari-jari tangan kanannya meniru bentuk kepala ular sanca yang konon khabarnya panjangnya mencapai enam meter.
Kisah ular sanca ini menyebar dari mulut ke kuping dan dari waktu ke time hingga lama. Bumbunya bertambah sedap bahkan bervariasi.
Kembali ke masalah tribun , tempat ular sanca’digawingkeun’, ada kenangan lain yang senantiasa diingat dalam benakku. Di tribun inilah untuk pertama kalinya aku menjadi selebritis cilik. Dalam acara malam hiburan agustusan aku didaulat menjadi pemeran pembantu adegan kocak cerita jenaka. Aku jadi bayi besar dengan mengenakan pakaian oto bayi bongsor lengkap dengan dot susunya.
Abstraksi ceritanya aku lupa, tapi orang yang mengajakku untuk pentas adalah Kang Engkos yang memang dikenal sebagai pemuda energik terlucu yang pernah ada di desaku. Perawakannya yang kurus, sisiran rambut rapih meniru Rock Hudson, suara sopran, dengan badan tinggi tetapi tulang punggungnya melengkung terbalik. Bukannya bungkuk tapi malah ‘tenggeng’ kata orang Sunda mah. Tribun dan ular sanca senantiasa kuingat.
No comments:
Post a Comment