Di belakang podium atau tribun alun-alun terdapat kantor kawedanaan. Bangunannya angker dicat pelitur berwarna coklat tua. Kayu jati tua mengguratkan kekokohan gedung. Halamannya lumayan luas ditebari batu kerikil sebesar-besar telur burung puyuh dengan warna krem. Batu itu pilihan nampaknya berasal dari batu sungai sehingga permukaan batu licin tanpa sudut runcing yang dikuatirkan bisa menusuk telapak kaki telanjang.
Kantor Kawedanaan itu merangkap rumah tinggal Bapak Wedana dan keluarganya. Bagian paling depan, semacam joglo, adalah bangunan terbuka yang biasa digunakan kalau ada pertemuan atau rapat.
Bila diselenggarakan hiburan dalam skala kecil, tidak di alun-alun, tempat ini biasa pula digunakan. Hiburan yang paling berkesan diingatanku adalah pertunjukkan orkes. Grup musik yang paling digemari adalah dari Uril Ajdam Siliwangi yang datang dari
Hiburan, bagi masyarakat Cililin
Seusai orkes berdendang dilanjutkan tari-tarian. Satu di antaranya ada tarian yang kata kakekku namanya tarian Bang Badot. Tarian ini dibawakan oleh enam atau tujuh pria dewasa dengan kumis dan jenggot yang brewok, berikat kepala, berkostum hitam-hitam, mengelebatkan pedang besar dan panjang yang nampak berat dan sudah berkarat. Sekali tebas pasti anak sekecil aku akan langsung terbelah dua. Hiiii…. Sungguh tarian ini senantiasa mengganggu tidurku beberapa malam kemudian seusai pertunjukan berlalu.
No comments:
Post a Comment