Thursday, September 18, 2008

Aku, diriku, kisah empat, Sabak bukuku


Sekolah dulu tidak, atau belum barangkali, banyak didukung oleh berbagai aksesoris. Tak perlu membawa tas karena tak ada buku atau pinsil yang harus dibawa. Di sekolah sudah ada disimpankan pembantu sekolah media menulis yang bernama sabak. Batu tulis dari bahan granit ini ukurannya lebih besar dari kertas HVS ukuran A.4 diberi bingkai kayu. Pasangannya adalah grip sebagai pinsilnya yang terbuat dari bahan yang sama berbentuk persis pensil, dalam ukuran lebih kurus, senantiasa sudah diruncingkan oleh pembantu sekolah.

Sabak ini reusable. Praktis. Kalau sudah penuh tulisan bolak balik tinggal kita hapus dengan kain lap basah. Bersamaan dengan bersihnya sabak maka hilang pula catatan kita. Satu-satunya yang tidak boleh hilang hanya yang ada dalam ingatan kita saja. Barangsiapa menyimak apa yang diberikan guru maka dia bisa menjadi pintar.

Pelajarannya cuma berhitung, membaca, menulis, menggambar dan menyanyi. Untuk membantu berhitung murid membawa alat bantu berupa lidi yang sudah dipotong-potong dengan panjang sekitar 10 senti sebanyak 20 potong.

Di kelas murid-murid lebih banyak diam malu-malu. Oleh sebab itu guru selalu memancing anak-anak supaya mau buka mulut dengan cara murid harus meneriakkan suku kata terakhir dari kalimat guru yang dilontarkan.

“Barudak, urang bakal diajar ngi…..”, ujar Guru dengan nada naik di ujung kalimat.

“Tung…….!!!”, jawab anak-anak serempak membahana.

Bahasa pengantar untuk murid kelas satu masih menggunakan Bahasa Daerah. Pelajaran Bahasa Indonesia baru diperoleh di bangku kelas tiga. Di kelas tiga sabak sudah ditinggalkan, diganti dengan buku tulis yang kualitasnya mirip kertas buram.

Sabak, di hari-hari tertentu, boleh dibawa pulang ke rumah. Itu biasanya setelah murid ditugaskan menyelesaikan soal berhitung yang sudah diberi nilai oleh Guru. Jika nilainya besar biasa murid-murid melaporkannya ke orang tua. Tapi kalau nilai jelek langsung dihapus saja.

Adakalanya nilai yang diperoleh dipamerkan kepada teman-teman sekelas dengan cara menempelkan sabak ke pipi. Maka angka yang terbuat dari kapur tulis itu, meski terbalik, akan menempel di pipi. Angka delapan sampai sepuluh biasanya yang dipamerkan. Kurang dari itu , kurang pula gengsinya.

No comments: